Alasannya,
pembuatan PP itu tidak dikonsultasikan dengan Gubernur Aceh sebagaimana
disebutkan dalam UUPA
Abdullah Saleh. @Antara |
DEWAN
Perwakilan Rakyat Aceh menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2007
tentang bendera dan lambang daerah sudah cacat sejak proses pembuatan.
Alasannya, pembuatan PP itu tidak dikonsultasikan dengan Gubernur Aceh
sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh.
"Dalam
pertemuan di Jakarta kemarin, pembahasan tentang PP Nomor 77 tahun 2007 itu
dibicarakan secara tajam dan mendalam terutama mengenai aspek proses
pembuatannya dan substansi dari PP itu sendiri," kata Ketua Badan
Legislasi DPR Aceh, Abdullah Saleh kepada ATJEHPOSTcom, Minggu, 14 April 2013.
Abdullah
Saleh mengatakan, dalam pasal 8 Undang-Undang Pemerintahan Aceh
disebutkan,"kebijakan administratif termasuk Peraturan Pemerintah yang
menyangkut Aceh akan dimintai pertimbangan Gubernur Aceh."
Sementara
dalam proses pembuatan PP tersebut, kata dia, Gubernur Aceh tidak dilibatkan
sama sekali. "Kemarin juga hadir mantan Direktur Perundang-undangan
Depdagri. Beliau mengatakan bahwa memang tidak mengkomunikasikan PP itu dengan
Gubernur Aceh, melainkan hanya ada pertemuan dengan Kesbang Linmas
se-Indonesia. Tetapi dari Aceh juga tidak ada yang hadir," kata Abdullah
Saleh.
Berdasarkan
catatan ATJEHPOSTcom, pasal 8 Undang-undang Pemerintah Aceh memang menyebutkan
tentang konsultan dan pertimbangan Gubernur Aceh. Bunyi
lengkapnya,"Kebijakan administratif yang berkaitan langsung dengan
Pemerintahan Aceh yang akan dibuat oleh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi
dan pertimbangan Gubernur."
Pada bagian
penjelasan disebutkan,"Yang dimaksud dengan kebijakan administratif dalam
ketentuan ini adalah yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh,
misalnya, hal-hal yang ditentukan dalam Undang-Undang ini seperti pemekaran
wilayah, pembentukan kawasan khusus, perencanaan pembuatan dan perubahan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan daerah Aceh."
Sedangkan
secara substansi, kata Abdullah Saleh, PP No. 77 Tahun 2007 keliru menyebutkan
bendera bulan sabit sebaai separatis. Sebab, kata dia, PP itu dibuat tahun
2007, setelah Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka menandatangani perjanjian
damai. "Separatis itu kan bermakna ingin memisahkan diri. Sementara
sekarang, bendera itu bukan untuk memisahkan diri, melainkan sebagai simbol
daerah yang juga diamanahkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh,"
ujarnya.
Abdullah
Saleh kemudian bercerita tentang beberapa pendapat yang mengemuka dalam
pertemuan itu. Salah satunya datang dari Nasir Djamil, anggota DPR RI asal
Aceh. Menurut Abdullah, Nasir Djamil menilai PP itu tidak layak lagi
dipertahankan dan sebaiknya dibatalkan atau direvisi.
Dukungan
lain juga datang dari Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, La Ode Ida.
Kata Abdullah Saleh, setelah mendapat penjelasan bahwa bendera itu bukan untuk
membangkitkan semangat memisahkan Aceh dari Indonesia, La Ode justru menilai
belum ada hal yang dapat membangkitkan perlawanan daerah. "Itu hanya
simbol daerah saja."
Pertemuan
kemarin, kata Abdullah Saleh, belum menghasilkan satu keputusan bersama. Namun
demikian, kata dia, akan ada pertemuan-pertemuan lanjutan baik di Aceh maupun
Jakarta untuk membahas bendera Aceh.[]
sumber: atjehpost
Tidak ada komentar:
Posting Komentar