Minggu, 14 April 2013

PP Nomor 77 Tahun 2007 tentang bendera daerah dinilai cacat hukum


Alasannya, pembuatan PP itu tidak dikonsultasikan dengan Gubernur Aceh sebagaimana disebutkan dalam UUPA

Abdullah Saleh. @Antara

 DEWAN Perwakilan Rakyat Aceh menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2007 tentang bendera dan lambang daerah sudah cacat sejak proses pembuatan. Alasannya, pembuatan PP itu tidak dikonsultasikan dengan Gubernur Aceh sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.


"Dalam pertemuan di Jakarta kemarin, pembahasan tentang PP Nomor 77 tahun 2007 itu dibicarakan secara tajam dan mendalam terutama mengenai aspek proses pembuatannya dan substansi dari PP itu sendiri," kata Ketua Badan Legislasi DPR Aceh, Abdullah Saleh kepada ATJEHPOSTcom, Minggu, 14 April 2013.
Abdullah Saleh mengatakan, dalam pasal 8 Undang-Undang Pemerintahan Aceh disebutkan,"kebijakan administratif termasuk Peraturan Pemerintah yang menyangkut Aceh akan dimintai pertimbangan Gubernur Aceh."
Sementara dalam proses pembuatan PP tersebut, kata dia, Gubernur Aceh tidak dilibatkan sama sekali. "Kemarin juga hadir mantan Direktur Perundang-undangan Depdagri. Beliau mengatakan bahwa memang tidak mengkomunikasikan PP itu dengan Gubernur Aceh, melainkan hanya ada pertemuan dengan Kesbang Linmas se-Indonesia. Tetapi dari Aceh juga tidak ada yang hadir," kata Abdullah Saleh.
Berdasarkan catatan ATJEHPOSTcom, pasal 8 Undang-undang Pemerintah Aceh memang menyebutkan tentang konsultan dan pertimbangan Gubernur Aceh. Bunyi lengkapnya,"Kebijakan administratif yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh yang akan dibuat oleh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur."
Pada bagian penjelasan disebutkan,"Yang dimaksud dengan kebijakan administratif dalam ketentuan ini adalah yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh, misalnya, hal-hal yang ditentukan dalam Undang-Undang ini seperti pemekaran wilayah, pembentukan kawasan khusus, perencanaan pembuatan dan perubahan peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan daerah Aceh."
Sedangkan secara substansi, kata Abdullah Saleh, PP No. 77 Tahun 2007 keliru menyebutkan bendera bulan sabit sebaai separatis. Sebab, kata dia, PP itu dibuat tahun 2007, setelah Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka menandatangani perjanjian damai. "Separatis itu kan bermakna ingin memisahkan diri. Sementara sekarang, bendera itu bukan untuk memisahkan diri, melainkan sebagai simbol daerah yang juga diamanahkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh," ujarnya.
Abdullah Saleh kemudian bercerita tentang beberapa pendapat yang mengemuka dalam pertemuan itu. Salah satunya datang dari Nasir Djamil, anggota DPR RI asal Aceh. Menurut Abdullah, Nasir Djamil menilai PP itu tidak layak lagi dipertahankan dan sebaiknya dibatalkan atau direvisi.
Dukungan lain juga datang dari Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, La Ode Ida. Kata Abdullah Saleh, setelah mendapat penjelasan bahwa bendera itu bukan untuk membangkitkan semangat memisahkan Aceh dari Indonesia, La Ode justru menilai belum ada hal yang dapat membangkitkan perlawanan daerah. "Itu hanya simbol daerah saja."
Pertemuan kemarin, kata Abdullah Saleh, belum menghasilkan satu keputusan bersama. Namun demikian, kata dia, akan ada pertemuan-pertemuan lanjutan baik di Aceh maupun Jakarta untuk membahas bendera Aceh.[]
  
sumber: atjehpost

Tidak ada komentar:

Posting Komentar